News

Ngabako Sa Amparan ke-25, Angkat Budaya, Kuatkan Kebersamaan di Lingkar Utara

383
×

Ngabako Sa Amparan ke-25, Angkat Budaya, Kuatkan Kebersamaan di Lingkar Utara

Sebarkan artikel ini

TASIK.TV | Gelaran budaya Ngabako Sa Amparan yang ke-25 berlangsung meriah pada Minggu pagi di Jembatan Jalan Lingkar Utara, Lanud Wiriadinata. Acara yang mengusung tema “Ngangkat Budaya Ngaringkid, Tara Wangsa Masal, Poe Indung Senam Sunda Waringkas, dan Syukuran Ngaruaat” ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Kepala Dinas Disporabudpar Kota Tasikmalaya Deddy Mulyana, Kapolsek Cibeureum, perwakilan Danramil, serta para tokoh agama, budaya, dan budayawan.

Dalam sambutannya, Ki Sanca, Ketua Yayasan Gapura Budaya Nusantara, menjelaskan latar belakang kegiatan ini. Ia terinspirasi dari tradisi Nyangku di Panjalu, Kabupaten Ciamis. “Dalam acara Nyangku, saya melihat seorang penggiat budaya yang membawa berbagai benda di tubuhnya—dikalungkan, diselendangkan, atau diikat di pinggang. Orang mungkin menilainya aneh, tetapi dari situ lahir gagasan budaya Ngaringgid,” jelasnya.

Gagasan Ngaringgid sendiri muncul dari curhatan seorang tokoh budaya, Abah Iso, yang mengeluhkan larangan mengenakan aksesori dalam acara Nyangku.

“Karena itu, saya ingin menciptakan ruang di mana tradisi membawa berbagai benda ini bisa dilestarikan,” tambah Ki Sanca.

Ki Sanca juga memaparkan alasan pemilihan lokasi acara di Jembatan Jalan Lingkar Utara, yang oleh masyarakat dikenal sebagai Jembatan Bergoyang. Nama ini muncul karena jembatan bergoyang ketika dilewati kendaraan berat seperti truk tangki.

Ia juga mengungkapkan bahwa area ini dahulu memiliki pohon besar dan menjadi tempat bersejarah karena tokoh budaya, Abah Badri, pernah dimakamkan di sini sebelum makamnya dipindahkan.

“Kami berharap pemerintah dapat mendukung pembangunan Pasanggrahan di lokasi ini untuk menjadi pusat makam para ulama dan tokoh budaya. Ini penting agar jejak sejarah tidak hilang di tengah pembangunan masif di Kota Tasikmalaya,” tutur Ki Sanca.

Sementara itu, Abah Idi, penggiat budaya dari Yayasan Gapura Budaya Nusantara, menjelaskan filosofi dari tema Ngabako Sa Amparan.

“Ngabako berarti mengharap barokah dari orang tua yang telah mendahului kita, sekaligus mencari keberkahan dari Allah SWT,” jelasnya.

Ia juga menambahkan makna Sa Amparan. “Kita duduk bersama di lantai, karpet, atau tikar, tanpa membedakan jabatan. Semua setara, satu rasa, dengan tanggung jawab masing-masing. Ini simbol kebersamaan dan persatuan,” tutup Abah Idi.

Acara ini menjadi momentum penting untuk merawat tradisi dan memperkuat nilai kebersamaan di masyarakat. Yayasan Gapura Budaya Nusantara berharap pemerintah mendukung inisiatif ini agar tradisi lokal tetap hidup di tengah modernisasi.

Ngabako Sa Amparan tak hanya menjadi perayaan budaya, tetapi juga wadah untuk mempererat hubungan antarwarga dan melestarikan nilai-nilai luhur warisan leluhur.(Ryan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *