Tips

Kisah Pilu Empat Anak di Tasikmalaya, Dugaan Salah Tangkap hingga Vonis Penjara

151
×

Kisah Pilu Empat Anak di Tasikmalaya, Dugaan Salah Tangkap hingga Vonis Penjara

Sebarkan artikel ini

TASIK.TV | Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dian Sasmita, mengkritik dugaan pelanggaran hak anak terkait penangkapan empat anak di Tasikmalaya, Jawa Barat. Anak-anak tersebut diduga menjadi korban salah tangkap oleh pihak kepolisian.

Dian menyebut bahwa aparat penegak hukum, khususnya penyidik, telah melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) selama proses penyidikan berlangsung.

“Dalam pemeriksaan, anak-anak tersebut tidak didampingi oleh orang tua, penasihat hukum, atau pembimbing kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan (Bapas),” ungkap Dian kepada media, Jumat, 24 Januari 2025.

Dian juga menyoroti kondisi ruang tahanan yang tidak sesuai standar perlindungan anak. “Mereka ditempatkan di ruang tahanan dengan pencahayaan minim dan tidak memenuhi kriteria layak,” tambahnya.

KPAI mendesak pemerintah, kepolisian, dan aparat hukum lainnya untuk memulihkan hak-hak anak melalui program perlindungan khusus. Dian menekankan bahwa pendampingan bagi anak adalah kewajiban pemerintah karena mereka termasuk dalam kategori Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tasikmalaya menjatuhkan hukuman penjara selama 1 tahun 8 bulan kepada empat anak di bawah umur yang diduga menjadi korban salah tangkap. Dalam persidangan, mereka dinyatakan bersalah atas tindakan kekerasan yang mengakibatkan luka berat.

Ketua Majelis Hakim, Dewi Rindaryati, membacakan putusan tersebut dalam sidang terbuka pada Kamis, 23 Januari 2025. Sidang tersebut merupakan pengulangan pembacaan putusan yang sebelumnya telah dilakukan pada Kamis, 16 Januari 2025.

Kasus ini sempat menjadi perhatian Komisi III DPR RI karena adanya indikasi salah tangkap. Selain itu, proses peradilan dinilai tidak ramah anak sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Para ibu dari anak-anak tersebut, bersama anggota DPR Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, dan Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, mengadukan hal ini pada Selasa, 21 Januari 2025.

Putusan hakim tersebut lebih ringan empat bulan dari tuntutan jaksa. Keempat anak itu, yaitu FM (17 tahun), RS (16), DW (16), dan RR (15), akan menjalani hukuman di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Bandung.

Dalam putusannya, hakim mencatat beberapa pertimbangan memberatkan, seperti sikap anak-anak yang dianggap tidak kooperatif dalam memberikan keterangan serta keterlibatan mereka dalam komunitas sepeda motor, yang menjadi sorotan di tengah maraknya kasus geng motor di Tasikmalaya. Namun, status mereka sebagai pelajar menjadi pertimbangan meringankan.

Kuasa hukum anak-anak tersebut, Nunu Mujahidin, menyatakan akan mengajukan banding. Ia menilai bahwa putusan hanya mendasarkan pada keterangan saksi dari pihak jaksa tanpa menguji bukti seperti rekaman CCTV yang menunjukkan dugaan keterlibatan pelaku. “Ada 28 rekaman CCTV yang tidak diperiksa dalam persidangan,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa hakim tidak mempertimbangkan kesaksian 11 saksi dari pihak pembela, termasuk saksi ahli dari Universitas Indonesia dan Universitas Mataram. Nunu berencana melaporkan dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim ke Komisi Yudisial.

Selama pembacaan putusan, Kepolisian Resort Kota Tasikmalaya mengamankan area pengadilan dengan ketat. Kapolres Tasikmalaya, Ajun Komisaris Besar Mohammad Faruk Rozi, menyatakan bahwa pengamanan dilakukan untuk menjaga situasi tetap kondusif. Pihak kepolisian juga memberikan perlindungan kepada keluarga anak-anak tersebut karena adanya dugaan intimidasi.

Di sisi lain, kelompok komunitas Tarung Derajat yang merupakan teman para anak terdakwa, sempat menggelar aksi damai di depan pengadilan untuk mengawal jalannya proses persidangan dan mencegah intervensi pihak luar, termasuk Komisi III DPR RI.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *