News

Empat Anak dan Seorang Pemuda di Tasikmalaya Diduga Jadi Korban Salah Tangkap

303
×

Empat Anak dan Seorang Pemuda di Tasikmalaya Diduga Jadi Korban Salah Tangkap

Sebarkan artikel ini

TASIK.TV | Lima warga Tasikmalaya, Jawa Barat, yang terdiri atas empat anak di bawah umur dan seorang pemuda, diduga menjadi korban salah tangkap oleh pihak kepolisian. Mereka dituduh terlibat dalam kasus pengeroyokan yang mengakibatkan luka bacok pada korban.

Orang tua dari para anak tersebut mengadukan nasib mereka kepada Komisi III DPR RI pada Selasa, 21 Januari 2025. Dalam kesempatan itu, mereka didampingi oleh anggota DPR dari Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, serta Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Dalam persidangan, jaksa menuntut hukuman dua tahun penjara untuk keempat anak, yakni FM (17), RS (16), DW (16), dan RR (15). Sementara itu, pemuda bernama Nandi (19) sedang mengajukan sidang praperadilan terkait dugaan salah tangkap.

Kasus ini bermula dari laporan pengeroyokan pada 17 November 2024. “Kasus ini memiliki kemiripan dengan kasus Cirebon sebelumnya,” kata Nunu Mujahidin, penasihat hukum para terdakwa, kepada wartawan.

Nunu menyoroti kejanggalan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh polisi. Para terdakwa ditangkap pada 30 November 2024 sekitar pukul 04.00 WIB, sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap korban. Pemeriksaan terhadap korban dilakukan kemudian, yaitu pada pukul 10.00 WIB untuk korban pertama, dan pukul 16.00 WIB untuk korban kedua.

Dalam keterangannya, korban mengaku tidak mengenali para pelaku pengeroyokan. Ia hanya menyebutkan ciri-ciri pelaku yang mengendarai lima sepeda motor, dua di antaranya membawa stik baseball dan celurit.

Polisi menetapkan lima orang sebagai tersangka pada 1 Desember 2024, setelah melakukan pemeriksaan terhadap saksi dan pelaku lainnya. Namun, proses penetapan ini dianggap tidak memenuhi Pasal 17 KUHAP karena tidak dilengkapi dengan bukti yang cukup dan tidak didahului oleh proses penyelidikan.

Para terdakwa mengaku mengalami intimidasi dan kekerasan fisik selama proses pemeriksaan, yang membuat mereka terpaksa mengakui perbuatan yang tidak mereka lakukan. “Anak saya bilang dia terpaksa mengaku karena tidak tahan disiksa,” ujar Sri Wigati, ibu salah satu terdakwa.

Di persidangan, hakim sempat memutuskan untuk membebaskan para anak dari tahanan pada 6 Januari 2025 setelah mengabulkan eksepsi penasihat hukum. Namun, tidak lama setelah itu, mereka kembali ditahan di Polsek Tawang karena jaksa mengajukan dakwaan ulang.

Dua ahli yang dihadirkan dalam sidang pada 20 Januari 2025, yaitu Ni Made Martini Putri dari Universitas Indonesia dan Joko Jumadi dari Universitas Mataram, menyatakan bahwa proses hukum dalam kasus ini melanggar prosedur. Penahanan terhadap anak-anak, menurut mereka, seharusnya menjadi opsi terakhir.

Sementara itu, Kapolres Tasikmalaya AKBP Mohammad Faruk Rozi menyatakan bahwa penyidikan yang dilakukan pihaknya sudah sesuai prosedur. Ia menegaskan bahwa kebenaran prosedur tersebut akan dibuktikan dalam persidangan.

Selama persidangan berlangsung, keamanan di Pengadilan Negeri Tasikmalaya diperketat dengan kehadiran puluhan polisi yang berjaga di berbagai titik. Di sekitar pengadilan, kelompok yang mendukung korban turut hadir untuk mengawal proses hukum ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *