TASIK.TV | Di tengah keterbatasan pelayanan dasar dan keuangan daerah yang terus defisit, muncul kabar yang mengguncang publik Kabupaten Tasikmalaya. Sejumlah pejabat tinggi di lingkungan Pemerintah Daerah diduga menikmati fasilitas ganda—kendaraan dinas dan tunjangan transportasi sekaligus—yang bersumber dari uang rakyat.
Forum Mahasiswa Diaspora Kabupaten Tasikmalaya (FMDT) pada awal pekan ini resmi melaporkan dugaan pelanggaran tersebut ke Kejaksaan Negeri Tasikmalaya. Laporan itu menyoroti potensi penyimpangan dalam penerapan Peraturan Bupati Tasikmalaya Nomor 5 Tahun 2024 tentang Tunjangan Transportasi bagi Pejabat Pimpinan Tinggi.
Menurut Ketua Umum FMDT, Alan Fauzi, temuan mereka berdasarkan telaah dokumen keuangan daerah menunjukkan adanya indikasi kuat praktik penerimaan ganda (double facility). Para pejabat yang semestinya sudah mendapat tunjangan transportasi bulanan antara Rp12,5 juta hingga Rp17 juta per orang, masih menggunakan kendaraan dinas operasional berikut fasilitas bahan bakar dan biaya perawatan.
“Dari hasil kalkulasi kami, kerugian daerah akibat praktik ini mencapai Rp6,974 miliar sejak Perbup itu diberlakukan pada Januari 2024. Ini bukan sekadar kelalaian administratif, tapi bentuk penyalahgunaan wewenang yang melukai akal sehat publik,” ujar Alan saat ditemui seusai menyerahkan laporan.
FMDT menilai, kebijakan tunjangan transportasi seharusnya menggantikan fasilitas kendaraan dinas, bukan menambahnya. “Pejabat yang menerima dua fasilitas publik dengan fungsi serupa berarti memperkaya diri sendiri secara melawan hukum. Ini abuse of power yang tidak bisa ditoleransi,” tambah Alan.
Dalam laporannya, FMDT mendesak Kejaksaan untuk melakukan audit investigatif menyeluruh, memanggil pejabat penerima fasilitas ganda, serta menuntut pengembalian dana ke kas daerah. Jika ditemukan unsur kesengajaan, mereka meminta penegakan hukum tindak pidana korupsi sesuai Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Praktik seperti ini jelas melanggar asas efisiensi dan akuntabilitas keuangan daerah sebagaimana diatur dalam PP No. 12 Tahun 2019. Kami tidak ingin uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk memperbaiki jalan, sekolah, dan layanan kesehatan justru habis untuk membiayai gaya hidup birokrat,” kata Alan menegaskan.
Fenomena ini mencerminkan kontras yang tajam antara realitas rakyat dan perilaku sebagian pejabatnya. Di pelosok selatan Tasikmalaya, masyarakat masih bergulat dengan akses jalan rusak dan layanan kesehatan terbatas. Namun di pusat pemerintahan, roda birokrasi justru berjalan di atas kenyamanan fasilitas ganda.
FMDT menyebut langkah mereka bukan bentuk konfrontasi, melainkan panggilan moral. “Sebagai anak muda yang mencintai tanah kelahirannya, kami ingin memastikan keuangan daerah dikelola dengan integritas,” tutup Alan.
Laporan tersebut kini telah diterima secara resmi oleh pihak Kejaksaan Negeri Tasikmalaya. Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak kejaksaan maupun Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya terkait tindak lanjut atas dugaan penyalahgunaan fasilitas ganda tersebut.











