Hadapi Tantangan Politik, Anies Baswedan Siap Bentuk Partai atau Ormas Baru

Hadapi Tantangan Politik, Anies Baswedan Siap Bentuk Partai atau Ormas Baru

TASIK.TV | Anies Baswedan dikabarkan berencana mendirikan partai politik baru setelah tidak berhasil maju dalam Pilkada 2024. Rencana ini muncul ketika Anies menyadari adanya dukungan yang besar dan antusiasme untuk perubahan dari para pendukungnya.

Selain itu, Anies melihat adanya keinginan yang kuat di kalangan masyarakat untuk menciptakan sistem demokrasi yang lebih adil dan progresif. Ia juga merasakan keresahan masyarakat terhadap kepentingan politik yang sering didominasi oleh elite-elite tertentu.

Namun, mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut tidak hanya berfokus pada pembentukan partai baru. Jika pendirian partai baru dianggap sulit, Anies mempertimbangkan untuk mendirikan organisasi kemasyarakatan (ormas) sebagai alternatif.

"Dalam upaya mengakomodasi semangat perubahan yang semakin hari semakin menguat, kami mungkin akan memilih untuk mendirikan ormas atau partai baru sebagai langkah konkret," ungkap Anies dalam sebuah siaran langsung di akun YouTube-nya.

Perlu diketahui bahwa Anies Baswedan selama ini dikenal sebagai sosok di luar partai politik. Untuk dapat maju ke kursi pemerintahan, ia memerlukan dukungan dari partai politik yang solid.

Sebelumnya, beberapa partai seperti Partai Buruh dan Hanura sudah menunjukkan dukungan mereka kepada Anies. Dikabarkan, PDI Perjuangan juga sempat mempertimbangkan untuk mengusung Anies dalam kontestasi politik di Jakarta.

Namun, pada akhirnya, PDI Perjuangan memutuskan untuk mendukung Pramono Anung dan Rano Karno. Keputusan PDI Perjuangan untuk tidak mendukung Anies Baswedan menjadi konsekuensi dari status Anies yang bukan bagian dari partai politik manapun.

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menyampaikan bahwa ketidakmampuan Anies untuk mendapatkan dukungan partai politik adalah risiko yang dihadapi oleh tokoh-tokoh yang tidak memiliki afiliasi partai.

"Kelihatannya, Anies ditinggalkan karena tidak memiliki partai. Ini adalah konsekuensi bagi tokoh yang tidak berafiliasi dengan partai politik," jelas Ujang.