TASIK.TV | Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya melakukan inspeksi mendadak di Mapolsek Tawang, Polresta Tasikmalaya, yang berlokasi di Jalan Raya Cikalang Tengah, Kota Tasikmalaya, pada Jumat sekitar pukul 10.00 pagi.
“Kunjungan ini bertujuan untuk bersilaturahmi sekaligus memantau kondisi empat anak di bawah umur yang terlibat dalam kasus dugaan penganiayaan dan pengeroyokan di Kota Tasikmalaya,” ujar Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto.
Ato menyoroti proses penahanan yang dilakukan oleh Polsek Tawang, yang menurutnya tidak sesuai dengan sistem peradilan pidana anak.
“Penahanan terhadap anak di bawah umur harus dilakukan berdasarkan prinsip dan aturan yang diatur dalam sistem peradilan pidana anak. Perlakuan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum seharusnya berbeda dari pelaku dewasa,” jelas Ato.
Ia menegaskan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak yang berhadapan dengan hukum seharusnya ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dan bukan di dalam sel tahanan Polsek.
Ato juga menyatakan bahwa perlakuan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum harus dilakukan secara berbeda dari perlakuan terhadap pelaku dewasa, baik dari segi prosedur maupun lingkungan penahanan.
“Anak-anak yang menghadapi masalah hukum memiliki hak-hak yang harus dipenuhi, termasuk hak atas pendidikan, pendampingan, dan perlindungan. Namun, dalam kasus ini, anak-anak tersebut justru ditahan di sel jeruji besi Polsek Tawang,” tuturnya.
Penahanan keempat anak tersebut dilaporkan telah berlangsung sejak Desember 2024. Selama berada di sel tahanan, anak-anak itu tidak mendapatkan hak-hak yang seharusnya mereka peroleh sebagai anak di bawah umur.
Ato juga menyoroti dugaan intimidasi yang terjadi selama proses penyidikan. Ia menyatakan bahwa metode seperti itu melanggar prinsip dalam sistem peradilan pidana anak.
“Selama penahanan yang sudah berlangsung sejak Desember, kami menemukan bahwa anak-anak ini diperlakukan sama seperti tahanan dewasa. Selain itu, salah satu anak mengaku tidak berada di tempat kejadian karena sedang berada di Jakarta saat peristiwa itu terjadi. Namun, karena adanya tekanan selama pemeriksaan, anak tersebut akhirnya mengaku,” ungkapnya.
Ato menutup pernyataannya dengan mengimbau aparat untuk memperhatikan sistem peradilan pidana anak dan memastikan hak-hak anak terpenuhi, terutama dalam kasus-kasus seperti ini.