News

Lingkung Seni Budaya Mekar Pertahankan Calung Berusia 100 Tahun

252
×

Lingkung Seni Budaya Mekar Pertahankan Calung Berusia 100 Tahun

Sebarkan artikel ini

TASIK.TV | Lingkung Seni Budaya Mekar masih mempertahankan sebuah alat kesenian Sunda, yaitu calung, yang usianya telah mencapai 100 tahun. Alat musik tradisional berbahan bambu ini kini berada di tangan Abah Iri Ahiri, selaku ketua Lingkung Seni Budaya Mekar.

Pada Minggu 16 Februari 2025, kru media mengunjungi kediaman Abah Iri di Desa Tanjungkerta. Dalam pertemuan tersebut, Abah Iri didampingi oleh Kepala Seksi Kesejahteraan Rakyat Desa Tanjungkerta, Ade Muslih, S.Sos.

Dalam keterangannya, Abah Iri mengungkapkan bahwa calung tersebut telah diwariskan secara turun-temurun dan menjadi bagian penting dalam kehidupan seni dan budaya di desanya.

“Calung ini pertama kali dimainkan oleh uyut saya beberapa puluh tahun yang lalu. Bahkan, saat saya disunat pada usia tiga tahun, alat musik ini turut memeriahkan acara tersebut,” ujar Abah Iri.

Menurutnya, calung yang kini dimilikinya telah melalui lima generasi. Hingga saat ini, alat musik tersebut masih digunakan dalam berbagai acara adat seperti khitanan dan hiburan masyarakat. Bahkan, angklung dan dogdog yang ada di Lingkung Seni Budaya Mekar masih sering dimainkan dalam berbagai kesempatan.

Prestasi alat musik tradisional ini pun tidak bisa dipandang sebelah mata. Pada tahun 2021, angklung yang dimiliki oleh Abah Iri berhasil meraih juara pertama dalam Pasanggiri Seni Sunda tingkat Kabupaten Tasikmalaya. Hal ini membuktikan bahwa kesenian tradisional masih memiliki tempat di hati masyarakat dan tetap lestari hingga kini.

“Harapan saya, kesenian ini bisa lebih maju dan mendapat perhatian dari Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya. Saya juga ingin melihat generasi muda meneruskan kesenian ini agar tidak punah,” tambah Abah Iri.

Meskipun banyak pihak yang tertarik untuk membeli calung berusia 100 tahun ini dengan harga tinggi, Abah Iri dan keluarganya menegaskan bahwa mereka tidak akan menjualnya.

“Banyak yang ingin membeli calung ini dengan harga tinggi, tetapi saya dan keluarga tidak akan menjualnya. Bahkan ada yang datang dengan alasan ingin memperbaikinya, tapi kami tolak karena takut hilang,” jelas Teti Mugawati (60), salah satu anggota keluarga Abah Iri.

Abah Iri berharap agar kesenian tradisional ini dapat terus berkembang dan diteruskan oleh generasi muda, sehingga budaya Sunda tetap lestari dan tidak tergerus oleh zaman.(Ryan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *