Tingginya Angka Dispensasi Nikah Anak di Kab. Tasik: Keprihatinan dan Tantangan untuk Masyarakat dan Pemerintah

Tingginya Angka Dispensasi Nikah Anak di Kab. Tasik: Keprihatinan dan Tantangan untuk Masyarakat dan Pemerintah

KAB.TASIK, TASIK.TV | Kasus tingginya angka dispensasi nikah anak di Pengadilan Agama Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, menjadi sorotan publik.

Hakim telah mengabulkan 777 permohonan dispensasi nikah anak sepanjang tahun 2022, dengan alasan sebagian besar sudah hamil sebelum menikah.

Hal ini sangat membahayakan bagi anak perempuan, yang harus mengalami proses dewasa yang seharusnya belum mereka alami.

Anggota DPRD Jawa Barat, Hj Neng Madinah menganggap angka ini sebagai petaka dan harus menjadi keprihatinan banyak pihak, termasuk pemerintah, agamawan, pendidik, dan orang tua.

"Sebagian besar permohonan dispensasi nikah anak berasal dari pelajar SMA usia 16, 17, dan 18 tahun, yang sebagian besar putus sekolah sejak SMP dan bahkan SD," jelasnya Kamis 9 Maret 2023.

Neng Madinah menyebut, keluarnya permohonan dispensasi nikah anak karena kekhawatiran orang tua yang takut anak mereka melanggar norma agama.

"Padahal Undang-undang itu dibuat untuk menjadikan keluarga yang samawa dalam menempuh hidup baru dengan mental dan psikis yang sudah siap yaitu di usia dewasa," terangnya.

Angka dispensasi nikah dalam tiga tahun terakhir tidak menunjukkan penurunan yang signifikan.

Hal ini menjadi perhatian serius bagi Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, dan timnya yang terus berkoordinasi dengan banyak pihak untuk mengatasi masalah ini.

KPAID Kabupaten Tasikmalaya menargetkan angka dispensasi nikah di akhir Desember 2023 turun hingga 50 persen.

Namun, menurut Ato masalah ini sangat kompleks dan tidak mudah diatasi, karena telah menjadi hal yang biasa di masyarakat.

"Masalah ini membutuhkan perhatian serius dari semua pihak, dari hulu hingga hilir, untuk menjaga generasi masa depan Indonesia khususnya di Kabupaten Tasikmalaya," ungkap Ato.

Baca juga: Anggota DPRD Jawa Barat Soroti Honor Tim Akselerasi Pembangunan (TAP) yang Terlalu Besar