TASIK.TV | Praktisi hukum sekaligus advokat Pemerintah Kota Tasikmalaya, Dani Safari Effendi, S.H, mengomentari keterlibatan beberapa pejabat di lingkungan pemerintahan setempat yang tersandung kasus hukum.
Ditemui di Kantor Perkumpulan Advocaten Indonesia (PAI) di Jalan Ir. H. Juanda, Sukamulya, Bungursari, Kota Tasikmalaya, ia menyoroti berbagai permasalahan hukum yang menimpa Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk dugaan tindak pidana korupsi.
Menurut Dani, setelah diterbitkannya Undang-Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014, ASN diwajibkan untuk bersikap profesional dan proporsional. Hal ini juga diperkuat dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 92 yang mengatur tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Dani mengungkapkan bahwa dalam beberapa waktu terakhir, Pemerintah Kota Tasikmalaya menghadapi sejumlah kasus hukum yang melibatkan ASN, termasuk dugaan korupsi yang pernah viral terkait sebuah bank dengan nilai mencapai Rp5,5 miliar, serta kasus lainnya seperti proyek pembangunan jalan dan perizinan.
“Saya tidak menampik bahwa memang ada beberapa peristiwa hukum yang melibatkan pejabat pemerintahan, terutama dalam kasus tindak pidana korupsi. Ada berbagai modus yang dilakukan oknum ASN, salah satunya dengan mengambil keuntungan terlebih dahulu atas sesuatu yang bukan haknya, kemudian mengembalikannya setelah ketahuan,” ujar Dani.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dalam beberapa kasus, ASN kerap memanfaatkan celah aturan yang dibuat oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Misalnya, ketika terjadi kelebihan pembayaran atau pelanggaran kepatuhan, ASN yang bersangkutan diwajibkan mengembalikan uang tersebut dalam jangka waktu 60 hari.
Celah inilah yang kerap dimanfaatkan oleh oknum ASN untuk menyalahgunakan dana proyek atau kegiatan lainnya dengan dalih peminjaman.
Baca juga: Bupati Tasikmalaya dan Pemangku Jabatan Sepakat Perangi Korupsi
Dani mengungkapkan bahwa Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Korpri pernah memberikan edukasi hukum kepada ASN di berbagai tingkatan, termasuk pegawai kelurahan, kecamatan, organisasi perangkat daerah (OPD), serta tenaga kesehatan di rumah sakit dan puskesmas.
Penyuluhan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman ASN mengenai hak dan kewajiban mereka serta mencegah penyimpangan dalam menjalankan tugasnya.
“ASN memiliki hak cuti dan hak gaji, namun dalam praktiknya, ada yang menyimpang baik karena perintah maupun inisiatif sendiri. Salah satu modus yang sering terjadi adalah pemanfaatan dana yang bukan haknya dengan dalih pinjaman, padahal ini adalah bentuk penyalahgunaan wewenang,” tegasnya.
Menurut Dani, pengembalian keuangan negara tidak serta-merta menghapuskan sanksi pidana terhadap pelaku korupsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
“Pengembalian uang negara memang menjadi kewajiban, tetapi itu tidak membatalkan atau menghapus sanksi pidana bagi pelaku. Proses hukum tetap harus berjalan untuk memberikan efek jera dan menjaga integritas pemerintahan,” pungkasnya.
Dengan semakin banyaknya kasus yang melibatkan ASN, Dani berharap adanya perbaikan dalam sistem pengawasan serta peningkatan kesadaran hukum di kalangan pegawai pemerintahan guna menciptakan tata kelola yang bersih dan transparan di Kota Tasikmalaya.(Ryan)