TASIK.TV | Ketua Kelompok Budidaya Ikan (Pokdakan) Mina Berkah Mulya, Dede Niko, mengungkapkan berbagai kendala yang dialami kelompoknya selama setahun berdiri. Saat ditemui oleh tim Tasik TV di lokasi kegiatan budidaya, Sabtu 21 September 2024.
Dede mengeluhkan kurangnya perhatian dari dinas terkait, terutama dalam penyediaan fasilitas pendukung yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha budidaya ikan di wilayah RW 06, Kelurahan Sukamaju Kidul.
“Kami sudah berkecimpung dalam budidaya ikan sejak 2015, bahkan sebelum kelompok ini terbentuk. Dengan pengalaman yang saya miliki, saya merasa mampu memberdayakan rekan-rekan untuk bersama-sama mengembangkan usaha ini. Namun, setelah kelompok terbentuk dan berjalan selama satu tahun, kendala terbesar kami adalah fasilitas pendukung yang tidak tersedia. Saat musim kemarau, kami sangat membutuhkan sumur bor untuk mengisi kolam ikan yang ada,” ujar Dede Niko.
Menurut Dede, kondisi pengairan di wilayah RW 06 tidak normal, terutama setelah banyak bangunan baru yang berdiri sehingga mengurangi resapan air. Selain itu, aliran sungai di daerah tersebut berada di bawah permukaan tanah, sehingga sulit bagi para pembudidaya untuk mendapatkan air yang cukup guna mengairi kolam ikan.
“Kami tidak ingin produksi ikan terhenti hanya karena krisis air. Namun sayangnya, hingga saat ini, pemerintah dan dinas terkait kurang memperhatikan kondisi kami. Mungkin keluhan ini juga mewakili suara dari kelompok-kelompok budidaya ikan lainnya di Kota Tasikmalaya,” tambahnya.
Dede juga mengungkapkan bahwa air sungai di daerah tersebut sudah tercemar, sehingga tidak layak digunakan untuk budidaya ikan. Solusi satu-satunya adalah dengan membuat sumur dalam atau sumur bor, namun hal ini belum terealisasi karena minimnya dukungan fasilitas.
Kendala Benih dan Pemasaran
Terkait ketersediaan benih ikan, Dede Niko menyebut bahwa pihaknya tidak mengalami masalah besar. Mereka mendapatkan benih ikan dari kelompok lain di Ciamis dan Tasikmalaya, bukan dari Balai Benih Ikan (BBI). Namun, hal yang menjadi kendala utama adalah pemasaran, terutama ketika kolam ikan tidak terisi air secara normal, sehingga produksi terganggu.
“Saya pernah mengirim ikan ke Cirata, namun sekarang kami sering kewalahan ketika ada permintaan benih dalam jumlah besar, seperti dua puluh ribu hingga tiga puluh ribu ekor. Kami tidak bisa memenuhi permintaan itu karena kolam kami tidak terisi air dengan baik,” jelas Dede.
Ia juga menambahkan bahwa untuk mendapatkan benih ikan gurame dari BBI, khususnya di Singaparna, sangat sulit. Oleh karena itu, mereka lebih mengandalkan petani ikan lain untuk mendapatkan benih.
Kurangnya Perhatian dan Regulasi
Dede Niko juga menyoroti kurangnya perhatian dari dinas terkait dalam hal penyediaan benih dan indukan ikan. Ia mengungkapkan bahwa hal ini menjadi hambatan besar bagi para petani mandiri maupun kelompok budidaya ikan. Tidak hanya itu, ia juga mengeluhkan minimnya edukasi dan penyuluhan yang diberikan kepada kelompok budidaya ikan terkait pemecahan masalah yang dihadapi.
“Regulasi yang mengatur lalu lintas budidaya ikan juga sangat diperlukan, agar ada kesinambungan antara petani, pemerintah, dan pasar. Selama ini, tengkulak yang mengatur perdagangan ikan, sehingga kesejahteraan petani mandiri maupun kelompok belum dirasakan sepenuhnya,” pungkasnya.
Dede berharap ada perhatian lebih dari pemerintah dan dinas terkait untuk mendukung kelangsungan usaha budidaya ikan di Tasikmalaya, terutama dalam penyediaan fasilitas dan regulasi yang jelas agar usaha ini dapat terus berkembang.(Ryan Cardio)