TASIK.TV | Pengadilan Negeri Kota Tasikmalaya menggelar sidang lanjutan kedua terkait kasus pembacokan yang dilakukan oleh geng motor terhadap seorang anggota Tarung Derajat Kota Tasikmalaya.
Sidang tersebut digelar pada Kamis 2 Januari 2025 dan dimulai sekitar pukul 09.00 WIB dengan pengamanan ketat dari aparat kepolisian.
Anggota KODRAT (Keluarga Olah Raga Tarung Derajat) turut hadir di pengadilan sebagai bentuk solidaritas kepada rekan mereka yang menjadi korban dalam peristiwa tragis ini. Kehadiran mereka mencerminkan kepedulian mendalam terhadap sesama anggota komunitas.
Proses Hukum Terhadap Tersangka Anak-anak
Kasus ini melibatkan empat tersangka yang masih berusia di bawah umur dan satu tersangka dewasa yang masih dalam proses penyidikan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Sidik SH, menjelaskan bahwa penghukuman terhadap anak-anak mengikuti aturan yang berlaku, yakni setengah dari hukuman orang dewasa.
“Jika hukuman maksimal bagi orang dewasa adalah sembilan tahun, maka anak-anak dapat dihukum maksimal empat tahun setengah. Hal ini sesuai dengan sistem peradilan anak,” jelas Sidik.
Sidik juga menegaskan bahwa persidangan ini bertujuan untuk memastikan keadilan.
“Keluarga tersangka menganggap ada salah tangkap, namun hal tersebut akan dibuktikan melalui persidangan berdasarkan alat bukti dan kesaksian,” tambahnya.
Dalam sidang ini, agendanya adalah pembacaan eksepsi, dengan jawaban dari penuntut umum dijadwalkan esok hari.
Solidaritas dan Dukungan Komunitas Tarung Derajat
H. Noves Narayana, Dewan Guru Tarung Derajat, menyampaikan bahwa anggota komunitasnya akan terus mendukung proses hukum.
“Kami datang untuk memastikan proses peradilan berjalan dengan benar tanpa tekanan dari pihak mana pun. Jaksa dan hakim jangan takut; kami siap mendukung kebenaran,” tegasnya.
Ia juga mengutip hadits yang menyatakan pentingnya solidaritas, “Bagaikan satu tubuh, jika satu bagian terluka, yang lain turut merasakan sakitnya,” pungkasnya.
Kejanggalan dalam Proses Hukum
Sementara itu, Windi Harisandi SH, Divisi Hukum Pengcab Kodrat Kota Tasikmalaya, mengungkapkan adanya kejanggalan dalam proses hukum di tahap awal.
“Para tersangka awalnya mengakui perbuatan mereka di Polres, tetapi mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat pelimpahan ke kejaksaan. Namun, kami percaya segala sesuatu akan terbuka di pengadilan melalui saksi dan bukti,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa tuntutan sembilan tahun untuk para tersangka diharapkan menjadi ‘shock therapy’ bagi pelaku kejahatan jalanan lainnya.
“Kami mendukung kepolisian untuk menindak tegas pelaku kejahatan jalanan dan memastikan mereka mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum,” kata Windi.
Sidang kasus ini menjadi perhatian luas karena melibatkan kekerasan geng motor yang mengancam ketertiban di Tasikmalaya.
Proses hukum diharapkan dapat berjalan transparan dan memberikan keadilan bagi semua pihak, sekaligus menjadi peringatan keras bagi pelaku kejahatan jalanan.