Multi Peran Perempuan dalam Kehidupan Keluarga
TASIK.TV | Dalam kehidupan di dunia, peran perempuan begitu beragam. Di balik kelemahan tubuhnya, perempuan memiliki peranan yang sangat dahsyat dan memiliki potensi besar dalam berbagai aspek kehidupan, karena sejatinya perempuan memiliki peran ganda yang dituntut untuk senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Tapi dibalik itu semua, perempuan mempunyai titik kuatnya. Dia bisa melakukan banyak sekali peran. Sebagaimana dalam Islam menyebutkan bahwa perempuan berperan sebagai hamba Allah SWT, berperan sebagai anak yang penuh bakti kepada orang tua, berperan sebagai seorang istri yang menjadi pelengkap kebahagiaan suaminya, berperan sebagai ibu yang menjadi panutan bagi anak-anaknya, dan peran perempuan sebagai anggota masyarakat.
Ada beberapa pandangan yang memposisikan perempuan sebagai makhluk lemah. Mereka beranggapan bahwa perempuan sebaiknya berada di rumah untuk mengerjakan pekerjaan domestik, seperti mencuci, memasak, mengasuh dan lain-lain. Namun dibalik peran perempuan sebagai ibu sekaligus istri dalam kehidupan keluarga, perempuan juga memiliki potensi besar untuk mengerjakan pekerjaan publik seperti mencari nafkah. Maka dari itu, perempuan dituntut untuk memiliki multi peran. Dia mengejar karirnya, dia melayani suami sekaligus mengurus anak dalam waktu yang bersamaan.
Setiap perempuan memiliki kepribadian yang berbeda-beda dalam mengekspresikan dirinya seperti apa yang dia mau. Sehingga, kualitas utama dari seorang perempuan itu jika dia bisa menjadi mitra yang sejajar untuk laki-laki dan bisa menjadi bagian paling penting dalam kehidupan di dunia. Tetapi perempuan mempunyai peranan lebih banyak di dalam kelangsungan kehidupan keluarga, karena perempuan memegang andil dan kendali penuh terhadap keberlangsungan dan keharmonisan dalam menjalankan rumah tangga.
Di zaman sekarang ini banyak sekali perempuan yang menjadi korban atau pelaku perselingkuhan. Menurut hasil survei yang dirilis oleh Jusdating menunjukkan bahwa 40% laki-laki dan perempuan di Indonesia mengaku pernah selingkuh dan menghianati pasangannya sehingga persentase tersebut membuat Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai negara dengan kasus perselingkuhan terbanyak.
Akibat dari perselingkuhan tersebut berujung pada meningkatnya tingkat perceraian. Melihat banyaknya berita semakin hari semakin meningkat kasus perceraian yang terjadi membuat hal tersebut seperti hal biasa terjadi. Namun permasalahan ini merupakan permasalahan serius yang harus dihadapi mengingat banyak korban atas perceraian yang terjadi.
Hal tersebut akan berdampak serius bagi mereka yang sudah memiliki anak. Anak akan menjadi korban utama dalam permasalahan itu. Anak akan mengalami korban broken home, termasuk luka psikisnya. Menurut salah satu studi dari Cambridge dan Stand Alone bernama "Hidden Voice" yang pernah melakukan riset ke 800 orang yang merasa terputus dari keluarganya dan mereka menemukan fakta bahwa seorang anak bisa merasakan broken home sejak usia 4 tahun.
Dengan demikian perceraian yang terjadi akan berdampak terhadap psikologi anak, yaitu:
1. Menyebabkan stres, trauma atau luka batin pada anak karena anak menghadapi kenyataan bahwa orang tuanya harus berpisah atau bercerai, sehingga mereka akan beranggapan bahwa mereka akan kehilangan sosok orang tua meskipun pada kenyataannya mereka akan tetap menjadi orang tuanya.
2. Anak akan merasa rendah diri, merasa tidak berharga bahkan mereka akan membenci orang tuanya atau salah satu orang tua atas perceraian yang terjadi.
3. Anak sulit berdamai dengan dirinya sendiri.
4. Anak akan kehilangan keinginan untuk berinteraksi sosial karena mereka sulit untuk mendapatkan kepercayaan dari orang lain.
Di samping dampak psikologis yang terjadi pada anak akibat kasus perceraian dinyatakan bahwa tidak semua anak broken home mengalami kegagalan dalam hidupnya, bergantung mereka dibesarkan atau dididik oleh orang tua yang telah berpisah atau orang tua asuh yang menjalankan peranannya sesuai dengan tugas dan kewajibannya masing-masing.
Baik itu peran perempuan sebagai ibu ataupun peran laki-laki sebagai ayah. Maka dari itu, orang tua seharusnya memahami dampak yang akan terjadi pada anak sebagai korban sebelum memutuskan untuk bercerai.
Dengan demikian, kita sebagai perempuan harus memahami dan mengimplementasikan peranan perempuan dalam menjalankan kehidupan baik kehidupan diri sendiri, kehidupan keluarga, kehidupan masyarakat, kehidupan bangsa dan kehidupan negara agar tidak terjadi peningkatan kasus perceraian yang diakibatkan oleh gagalnya peranan perempuan di dalam kehidupan keluarga.