KOTA TASIK, TASIK.TV | Sekolah ialah lembaga formal yang berperan penting dalam mempersiapkan suatu bangsa. Sekolah dipandang sebagai wadah dalam mengahasilkan generasi yang mumpuni. Sekolah juga diposisikan sebagai lembaga kedua setelah keluarga dalam membentuk seseorang menjadi lebih berbudi. Meskipun ivan Illich dengan karyanya doschooling society atau paulo freire meragukan peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan dalam mempersiapkan gererasi masa depan namun masyarakat masih mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap sistem persekolahan sebagai pusat pendidikan. Dalam mewujudkannya sekolah perlu memiliki unsur-unsur yang lengkap agar sekolah dapat terjalankan dengan baik, diantaranya kepala sekolah, guru, komite sekolah dan murid. Masingmasingnya memiliki peranan dalam sekolah.
Kepala sekolah menjadi aspek penting dalam kemajuan sebuah sekolah, sekolah akan kehilangan arah jika tidak ada kepala sekolah. Kepala sekolah berfungsi sebagai pemimpin, manajer, pendidikan, pengawas, dan motivator bagi guru-guru dalam proses kependidikan melalui pembelajaran dan latihan. Untuk mencapai tujuan pendidikan diperlukan kepemimpinan pendidikan yang optimal. Maju mundurnya sebuah sekolah ditentukan oleh kerja sama antara kepala sekolah dan guru sebagai ujung tombak suatu sekolah.
Kepemimpinan pendidikan memili sifat mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan sekolah. Kepala sekolah bertanggung jawab atas manajemen pendidikan secara mikro yang secara lansung berkaitan dengan proses pembelajaran. Pada dasarnya kepala 10 sekolah dan guru memiliki tanggung jawab terhadap penegelolaan sekolah. Dalam kepemimpinan pendidikan berkewajiban mengkoordinasikan ketenagaan pendidikan dalam pengaplikasian peraturan pendidikan. Dengan membudidayakan fungsi kepemiminan secara sistematis, terancang dan menggunakan pendekatan yang tepat dimungkinkan dapat mendongkrak pencapaian kualitas pendidikan dimasa yang akan datang.
Hal ini didasari kenyataan bahwa ketersediaan dana, infrastruktur, fasilitas, dan instrumen pendidikan lainnya tidak mungkin didayagunakan secara maksimal, efisien, dan akuntabel tanpa adanya kepemimpinan yang kuat, atau adanya pimpinan yang mampu menggerakkan semua komponen pendidikan. Dengan adanya kepemimpinan sekolah yang mampu mempengaruhi dan menggerakkan semua sumber daya pendidikan diprediksikan dapat memacu dan sekaligus memicu pencapaian kualitas pendidikan.
Dengan kata lain ketersediaan sumber daya pendidikan tidak mungkin akan dapat didayagunakan secara maksimal tanpa adanya pemimpin yang mampu menggerakkan kemajuan sekolah. Disinilah pentingnya kepemimpinan kependidikan dalam upaya pencapaian kualitas pendidikan. Dalam pencapaian tujuan seseorang tidak dapat menjadi pemimpin jika terlepas dari kelompoknya. Kepemimpinan merupakan suatu sifat dari aktivitas kelompok, setiap orang sebagai anggota suatu kelompok dapat memberikan suatu sumbangan pemikirannya.
Proses inklusi meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, sumber daya, man, money, methode, machines, dan market dan segala hal untuk mencpai tujuan pendidkan yang efektif dan efisien. Untuk mewujudkan hal tersebut tentu membutuhkan sebuah rancangan dan perencanaan yang matang sebelumnya. Menurut Soebagio Atmodiwirio menjelaskan, manajemen pendidkan adalah proses untuk melakukan perencanaan, melakukan organisasi untuk memimpin dan untuk mekakukan pengendalian. Manajemen ini dilakukan dalam dunia kependidkan, maka fokusnya dilakukan oleh para tenaga pendidik serta sumber daya dari pendidikan itu sendiri untuk mencapai tujuan pendidikan.
Para ahli mengemukakan berbagai pengertian manajemen pendidikan, namun inti dari penjelasan tersebut adalah sama yakni sebuah pengorganisasian pendidikan yang meliputi semua elemen-elemen pendidikan tersebut. Hasil akhirnya adalah tercapainya sebuah tujuan pendidikan yang diharapkan. Komponen pendidikan inklusi terdiri dari Kurikulum, Guru, Siswa, Materi, Metode, Media, Evaluasi. Catatan penting : “Sekecil apapun hasil pembelajaran anak harus dihargai”. 11 Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan kemampuan seorang individu. Hal ini disampaikan oleh Fattah (2011, p.5) bahwa: “Pendidikan berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri. Untuk itu individu perlu diberi berbagai kemampuan dalam pengembangan berbagai hal, seperti: konsep, prinsip, kreativitas, tanggung jawab dan keterampilan. Dengan kata lain perlu mengalami perkembangan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor”.
Di Indonesia pendidikan diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan hakiki tersebut hendaknya menjadi motivasi untuk terus berusaha mewujudkan cita-cita pendidikan yang ideal dan bermutu. Dalam mewujudkan cita-cita tersebut perlu adanya kerjasama yang baik dari berbagai pihak (stakeholder) bidang pendidikan terutama pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang dalam hal ini pihak yang memegang peranan penting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan nasional secara menyeluruh sesuai kondisi dan kebutuhan masyarakat. Mendasar Rencana Strategis Pembangunan Pendidikan Tahun 2010-2014 di atas, khususnya terkait dengan “pendidikan untuk semua” bahwa pendidikan (khususnya pada jenjang pendidikan dasar) adalah bagian dari hak asasi manusia dan hak setiap warga negara yang usaha pemenuhannya harus direncanakan dan dijalankan dengan baik.
Hak untuk mendapatkan pendidikan dasar sebagai pemenuhan hak asasi manusia telah menjadi komitmen global. Oleh karena itu, program “pendidikan untuk semua” diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan sistem pendidikan terbuka dan demokratis serta berkesetaraan gender agar dapat menjangkau mereka yang berdomisili di tempat terpencil serta mereka yang mempunyai kendala ekonomi dan sosial. Paradigma pendidikan seperti di atas menjamin keberpihakan kepada peserta didik yang memiliki hambatan fisik ataupun mental, hambatan ekonomi dan sosial, ataupun kendala geografis, yaitu layanan pendidikan untuk menjangkau mereka yang tidak terjangkau oleh pendidikan formal.
Keberpihakan diwujudkan dalam bentuk penyelenggaraan sekolah khusus, pendidikan layanan khusus, ataupun pendidikan nonformal dan informal, pendidikan dengan sistem guru kunjung, pendidikan jarak jauh, dan bentuk pendidikan khusus lain yang sejenis 12 sehingga menjamin terselenggaranya pendidikan yang demokratis, merata, dan berkeadilan serta berkesetaraan gender. Penyelenggaraan sekolah khusus ataupun pendidikan layanan khusus merupakan langkah mewujudkan pemerataan dan perluasan akses pendidikan.
Peran pemerintah sangat dibutuhkan sebagai pelindung terhadap hakhak anak untuk mendapatkan pendidikan, termasuk layanan khusus. Hal ini dijelaskan dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (khususnya terkait dengan Pendidikan Khusus) yang menyebutkan bahwa: “Pendidikan Khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah”. Hal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus berupa penyelenggaraan pendidikan inklusif.
Dr. Sima Mulyadi, M.Pd.
Pegiat Disabilitas Priangan Timur/Dosen Pasca Sarjana
Kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Tasikmalaya