Hj Neng Madinah Soroti Wacana Penghapusan Pertalite di Tahun 2024

Hj Neng Madinah Soroti Wacana Penghapusan Pertalite di Tahun 2024

TASIK.TV | Hj Neng Madinah, anggota Komisi V DPRD Jawa Barat, mengeluarkan kritik terhadap wacana penghapusan Pertalite pada tahun 2024 yang diusung oleh Pertamina. Menurutnya, Pertamina seharusnya tidak mengajukan isu semacam itu, karena bukan dalam lingkup operasional mereka sebagai produsen dan distributor Bahan Bakar Minyak (BBM).

"Pertamina seharusnya fokus pada tugas pokoknya sebagai operator produksi dan distribusi BBM, bukan mencampuri wilayah pembentukan kebijakan," ujar Neng Madinah.

Neng Madinah menyoroti bahwa pemerintah sebagai regulator bahkan belum mengangkat isu tersebut, sehingga langkah Pertamina membuat gejolak di masyarakat dianggap tidak tepat. Komentar tersebut disampaikan melalui pesan singkatnya kepada tasik.tv pada Selasa, 9 Januari 2024.

Lebih lanjut, Neng Madinah menilai bahwa wacana penghapusan Pertalite merupakan isu yang sensitif mengingat daya beli masyarakat yang masih lemah pasca pandemi Covid-19, terutama menjelang tahun politik dan Pemilihan Umum.

"Penggantian Pertalite dengan Pertamax 92 green, yang diperkirakan memiliki harga lebih tinggi, akan memberikan beban ekonomi tambahan kepada masyarakat. Terlebih lagi, bioetanol yang digunakan juga harus diimpor karena produksi dalam negeri terbatas," tegasnya.

Politisi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menekankan bahwa tindakan tersebut seakan-akan memaksa masyarakat untuk membeli BBM yang lebih mahal, dengan menghilangkan opsi Pertalite yang lebih terjangkau. Ia juga mengingatkan bahwa impor bioetanol dapat menambah beban negara dan memperlebar defisit transaksi migas.

"Saya melihat Pertamina berada di luar jalur dalam masalah ini. Sebaiknya, Pertamina tidak lagi membahas isu tersebut," pinta Neng Madinah.

Lebih lanjut, Neng Madinah menolak tegas wacana penggantian Pertalite dengan Pertamax Green 92 pada awal tahun 2024. Ia menekankan perlunya kajian mendalam mengenai aspek teknis, keekonomian, serta subsidi yang diperlukan untuk produksi dan distribusi BBM tersebut.

"DPR dan Pemerintah, sebagai lembaga pembentuk kebijakan, bahkan belum pernah membahas rencana tersebut. Oleh karena itu, sangat aneh jika tiba-tiba muncul wacana penggantian BBM murah bagi masyarakat tanpa kajian yang mendalam," tegasnya.