Pengelolaan Tambang untuk Kemaslahan Umat

Pengelolaan Tambang untuk Kemaslahan Umat

TASIK.TV | Indonesia adalah negeri yang memiliki kekayaan alam penghasil berbagai jenis tambang yang melimpah, dari mulai emas, perak, gas alam, minyak bumi, nikel, petroleum, tembaga, timah, bauksit, batu bara, pasir besi, mineral non logam seperti fosfat, belerang, kaolin, juga mineral industri seperti garam, zeolit, talkum. 

Namun kekayaan tambang yang melimpah ruah tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Hal ini dikarenakan pengelolaan tambang diserahkan kepada pihak swasta, baik pengusaha asing maupun pengusaha lokal, ditambah sekarang juga ada kebijakan membagikan izin usaha pertambanan (IUP) kepada ormas.

Disisi lain masyarakat Indonesia saat ini tingkat kemiskinannya masih tinggi, secara perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2024 sebesar 25,22 juta orang, standar yang termasuk kategori miskin adalah penduduk dengan jumlah pengeluaran kurang dari Rp 550.458. 

Kondisinya saat ini teradi peningkatan harga barang, tingginya biaya hidup dan pendidikan, sehingga terkadang masih banyak masyarakat yang berpenghasilan lebih dari Rp 550.458 tidak terpenuhi kebutuhannya. 

Tingginya kemiskinan di Indonesia harus segera diatasi, salah satunya dengan mengembalikan pengelolaan tambang sesuai fitrahnya. 

Sesungguhnya Allah SWT menciptakan sumber daya alam dan energi termasuk kekayaan tambang didalamnya adalah untuk kemakmuran setiap manusia. 

Namun jika industri pertambangan diserahkan kepada swasta dan ormas, kemudian dibisniskan, maka rakyat tidak akan mendapat kesejahteraannya. 

Berbagai peraturan pengelolaan tambang bisa kita teliti dan menjadi bahan pertimbangan. Salah satunya adalah pengaturan pengelolaan tambang di dalam Islam. Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api; dan harganya adalah haram.” (HR. Ibnu Majah). 

Dalam hadits ini yang dimaksud berserikat dengan api (annaar), adalah tidak dilarang menyalakan lampu darinya dan membuat penerangan dengan cahayanya. Namun orang yang menyalakannya dilarang untuk mengambil bara api darinya. 

Sebab akan mengurangi, yang menyebabkan padam apinya. Yang dimaksud adalah batu yang mengeluarkan api. Tapi jika ia ada pada tanah yang mati, tidak dilarang mengambil sesuatu darinya. Jadi makna annaar yang dikehendaki dalam hadits tersebut bukan sebatas api itu sendiri, melainkan sumber yang dengannya bisa menimbulkan api.

Berarti masuk dalam pengertian ini adalah seluruh sumber daya alam yang bisa menghasilkan energi, seperti minyak bumi, batubara, gas alam, listrik, dan yang semisal dengannya. Minyak dan gas ketika keduanya sebagai barang yang dibutuhkan publik, maka keduanya adalah barang miliki umat. 

Haram dimiliki individu (privatisasi), baik swasta asing maupun dalam negeri. Ketika minyak dan gas juga sebagai barang tambang yang depositnya melimpah, maka juga termasuk dalam bahasan hadits tersebut, sehingga keberadaannya juga sebagai kepemilikan umum.

Pengelolaan tambang akan mendatangkan kemaslahatan dan kemakmuran bagi masyarakat jika diterapkan dengan ekonomi Islam dalam sistem Islam. 

Dimana negara yang amanah akan mengelola tambang tanpa merusak alam dengan perhitungan AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan), dan hasilnya dinikmati oleh seluruh masyarakat, sehingga problematika kemiskinan akan segera teratasi, dan tentunya keberkahan akan menyelimuti negeri ini ketika mengembalikan aturan kepada fitrahnya, yaitu aturan Islam.